Aku Hampir Mati
Dokter Karmen Wong bilang aku menderita kanker stadium 3 di rongga sinusitis. Kami terkejut, terdiam dan jantung seolah berhenti. Aku melihat isteriku mengusap air mata. Kami berdua terdiam tanpa ada kata. Terdengar suara dari dalam, “Umurku tidak lama lagi. “
Dokter memahami reaksi kami. Akupun terdiam sejenak. Ruang lantai 5 kamar 11 Rumah Sakit Gleneagle tiba tiba menjadi ‘ruang kematian’. Aku mendengar isak tangis yang tertahan. Aku lanjut bertanya “Apa yang harus kami lakukuan?” Ahli Ongkologi itu menjelaskan jika aku harus menkalani kemo 15 kali dan radiasi 35 kali. Mendengar itu kami saling menatap dan terdiam.
Malam itu kami menginap di apartemen jalan Lorong Liuwlian-Singapore. Sepanjang malam kami mendengar anjing melolong. Apakah itu pertanda aku akan mati? Dalam firasat orang Jawa, jika ada anjing melolong semalaman itu artinya pertanda buruk. Hati mencekam dengan bisiskan ‘umurmu tidak lama lagi’.
Aku memberanikan diri berbicara dengan isteri tentang ‘jika aku mati’. “Tolong lanjutkan pelayanan anak anak panti, radio dan seolah misi. Tuhan pasti memberimu kemampuan untuk melanjutkan semua yang telah dipercayakan pada kita”. Aku mencoba menghibur dan menguatkan hatinya.
Dalam ketakutan tiba tiba ada sms masuk dari anak saya. Tulisan singkat itu memberi semangan dan membangkitkan iman. “Mama, jangan takut. Tuhan tidak pernah membuat mujizat setengah setangah”.
Pesan singkat itu bagaikan perkataan langsung dari sorga yang mampu menghapus rasa takut dan pesimis menatap hari esok. Kami berdoa dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Puji Tuhan, hari demi hari kami melihat campur tangan Tuhan. Mujizat demi mujizat mulai terjadi.
“Mati hidup ada di tangan Tuhan”